Sore itu ada seorang anak kecil datang mencari ke rumah. Aku diminta
datang ke rumah Mbak Yani, tetangga kampungku, untuk memperbaiki
jaringan listrik rumahnya yang rusak.
“Cepat ya, Mas. Sudah ditunggu Mbak Yani,” ujar anak SD tetangga Mbak Yani.
Dalam hati, aku sangat girang. Betapa tidak, guru seni lukis itu
rupanya makin lengket denganku. Aku sendiri tak tahu, kenapa dia sering
minta tolong untuk memperbaiki peralatan rumah tangganya. Yang jelas,
semenjak dia mengajaku melukis pergi ke lereng gunung dan making love di
semak-semak hutan, Mbak Yani makin sering mengajakku pergi. Dan sore
ini dia memintaku datang ke rumahnya lagi.
Tanpa banyak pikir aku langsung berangkat dengan mengendarai sepeda
motor. Maklum, rumahnya terbilang cukup jauh, sekitar 5km dari rumahku.
Setibanya di rumah Mbak Yani, suasana sepi. Keluarganya tampaknya sedang
pergi. Betul, ketika aku mengetuk pintu, hanya Mbak Yani yang tampak.
“Ayo, cepet masuk. Semua keluargaku sedang pergi menghadiri acara
hajatan saudara di luar kota,” sambut Mbak Yani sambil menggandeng
tangganku.
Darahku mendesir ketika membuntuti lamngkah Mbak Yani. Betapa tidak,
pakaian yang dikenakan luar biasa sexy, hanya sejenis daster pendek
hingga tonjolan payudara dan pahanya terasa menggoda.
“Anu, Bud.. Listrik rumahku mati melulu. Mungkin ada ada kabel yang
konslet. Tolong betulin, ya.. Kau tak keberatan kan,” pinta Mbak Yani
kemudian.
Tanpa banyak basa-basi Mbak Yani menggandengku masuk ke ruang tengah, kemudian masuk ke sebuah kamar.
“Nah saya curiga jaringan di kamar ini yang rusak. Buruan kau teliti ya. Nanti keburu mahrib.”
Aku hanya menuruti segala permintaannya. Setelah merunut jaringan
kabel, akhirnya aku memutuskan untuk memanjat atap kamar melalui
ranjang. Tapi aku tidak tahu persis, kamar itu tempat tidur siapa. Yang
jelas, aku sangat yakin itu bukan kamarnya bapak-ibunya. Celakanya,
ketika aku menelusuri kabel-kabel, aku belum menemukan kabel yang lecet.
Semuanya beres. Kemudian aku pindah ke kamar sebelah. Aku juga tak bisa
menemukan kabel yang lecet. Kemudian pindah ke kamar lain lagi, sampai
akhirnya aku harus meneliti kamar tidur Mbak Yani sendiri, sebuah kamar
yang dipenuhi dengan aneka lukisan sensual. Celakanya lagi, ketika hari
telah gelap, aku belum bisa menemukan kabel yang rusak. Akibatnya, rumah
Mbak Yani tetap gelap total. Dan aku hanya mengandalkan bantuan sebuah
senter serta lilin kecil yang dinyalakan Mbak Yani.
Lebih celaka lagi, tiba-tiba hujan deras mengguyur seantero kota.
Tidak-bisa tidak, aku harus berhenti. Maunya aku ingin melanjutkan
pekerjaan itu besok pagi.
“Wah, maaf Mbak aku tak bisa menemukan kabel yang rusak. Ku pikir,
kabel bagian puncak atap rumah yang kurang beres. Jadi besok aku harus
bawa tangga khusus,” jelasku sambil melangkah keluar kamar.
“Yah, tak apa-apa. Tapi sorry yah. Aku.. Merepotkanmu,” balas Mbak Yanti, “Itu es tehnya diminum dulu.”
“Yah, tak apa-apa. Tapi sorry yah. Aku.. Merepotkanmu,” balas Mbak Yanti, “Itu es tehnya diminum dulu.”
Sementara menunggu hujan reda, kami berdua bercakap-cakap berdua di
ruang tengah. Cukup banyak cerita-cerita masalah pribadi yang kami
tukar, termasuk hubunganku dengan Mbak Yani selama ini. Mbak Yani juga
tidak ketinggalan menanyakan soal puisi indah tulisannya yang dia
kirimkan padaku lewat kado ulang tahunku beberapa bulan lalu.
Entah bagaimana awalnya, tahu-tahu nada percakapan kami berubah mesra
dan menjurus ke arah yang menggairahkan jiwa. Bahkan, Mbak Yani tak
segan-segan membelai wajahku, mengelus telingku dan seterusnya. Tak
sadar, tubuh kami berdua jadi berhimpitan hingga menimbulkan rangsangan
yang cukup berarti untukku. Apalagi setelah dadaku menempel erat pada
payudaranya yang berukuran tidak begitu besar namun bentuknya indah dan
kencang. Dan tak ayal lagi, penisku pun mulai berdiri mengencang. Aku
tak sadar, bahwa aku sudah terangsang oleh guru sekolahku sendiri! Namun
hawa nafsu birahi yang mulai melandaku sepertinya mengalahkan akal
sehatku. Mbak Yani sendiri juga tampaknya memiliki pikiran yang saja. Ia
tidak henti-hentinya mengulumi bibirku dengan nafsunya.
Akhirnya, nafsuku sudah tak tertahankan lagi. Sementara bibirku dan
Mbak Yani masih tetap saling memagut, tanganku mulai menggerayangi tubuh
guru sekolahku itu. Kujamah gundukan daging kembar yang menghiasi
dengan indahnya dada Mbak Yani yang masih berpakaian lengkap. Dengan
segera kuremas-remas bagian tubuh yang sensitif tersebut.
“Aaah.. Budi.. Aah..” Mbak Yani mulai melenguh kenikmatan. Bibirnya masih tetap melahap bibirku.
Mengetahui Mbak Yani tidak menghalangiku, aku semakin berani.
Remasan-remasan tanganku pada payudaranya semakin menjadi-jadi. Sungguh
suatu kenikmatan yang baru pertama kali kualami meremas-remas benda
kembar indah nan kenyal milik guru sekolahku itu. Melalui kain blus yang
dikenakan Mbak Yani kuusap-usap ujung payudaranya yang begitu
menggiurkan itu. Tubuh Mbak Yani mulai bergerak menggelinjang.
“Uuuhh.. Mbak..” Aku mendesah saat merasakan ada jamahan yang mendarat di selangkanganku.
Penisku pun bertambah menegang akibat sentuhan tangan Mbak Yani ini,
membuatku bagian selangkangan celana panjangku tampak begitu menonjol.
Mbak Yani juga merasakannya, membuatnya semakin bernafsu meremas-remas
penisku itu dari balik celana panjangku. Nafsu birahi yang menggelora
nampaknya semakin menenggelamkan kami berdua, sehingga membuat kami
melupakan hubungan kami sebagai guru-murid.
“Aaauuhh.. Bud.. Uuuh..” Mbak Yani mendesis-desis dengan Yanirnya
karena remasan-remasan tanganku di payudaranya bukannya berhenti, malah
semakin merajalela. Matanya terpejam merasa kenikmatan yang begitu
menghebat.
Tanganku mulai membuka satu persatu kancing blus Mbak Yani dari yang
paling atas hingga kancing terakhir. Lalu Mbak Yani sendiri yang
menanggalkan blus yang dikenakannya itu. Aku terpana sesaat melihat
tubuh guru sekolahku itu yang putih dan mulus dengan payudaranya yang
membulat dan bertengger dengan begitu indahnya di dadanya yang masih
tertutup beha katun berwarna krem kekuningan. Tetapi aku segera
tersadar, bahwa pemandangan amboi di hadapannya itu memang tersedia
untukku, terlepas itu milik guru sekolahku sendiri.
Tidak ingin membuang-buang waktu, bibirku berhenti menciumi bibir
Mbak Yani dan mulai bergerak ke bawah. Kucium dan kujilati leher jenjang
Mbak Yani, membuatnya menggerinjal-gerinjal sambil merintih kecil.
Sementara itu, tanganku kuselipkan ke balik beha Mbak Yani sehingga
menungkupi seluruh permukaan payudara sebelah kanannya. Puting susunya
yang tinggi dan mulai mengeras begitu menggelitik telapak tanganku.
Segera kuelus-elus puting susu yang indah itu dengan telapak tanganku.
Kepala Mbak Yani tersentak menghadap ke atas sambil memejamkan matanya.
Tidak puas dengan itu, ibu jari dan telunjukku memilin-milin puting susu
Mbak Yani yang langsung saja menjadi sangat keras. Memang baru kali ini
aku menggeluti tubuh indah seorang wanita. Namun memang insting
kelelakianku membuatku seakan-akan sudah mahir melakukannya.
“Uhh.. Hmm ahh..” Mbak Yani tidak dapat menahan desahan-desahan nafsunya.
Segala gelitikan jari-jemariku yang dirasakan oleh payudara dan
puting susunya dengan bertubi-tubi, membuat nafsu birahinya semakin
membulak-bulak.
Kupegang tali pengikat beha Mbak Yani lalu kuturunkan ke bawah.
Kemudian beha itu kupelorotkan ke bawah sampai ke perut Mbak Yani.
Puting susu Mbak Yani yang sudah begitu mengeras itu langsung mencelat
dan mencuat dengan indahnya di depanku. Aku langsung saja melahap puting
susu yang sangat menggiurkan itu. Kusedot-sedot puting susu Mbak Yani.
Kuingat masa kecilku dulu saat masih menyusu pada payudara ibuku.
Bedanya, tentu saja payudara guru sekolahku ini belum dapat mengeluarkan
air susu. Mbak Yani menggeliat-geliat akibat rasa nikmat yang begitu
melanda kalbunya. Lidahku dengan mahirnya, tak ayal menggelitiki puting
susunya sehingga pentil yang sensitif itu melenting ke kiri dan ke kanan
terkena hajaran lidahku.
“Oooh. Buud’ desahan Mbak Yani semakin lama bertambah keras. Untung
saja rumahnya sedang sepi dan letaknya memang agak berjauhan dari rumah
yang paling dekat, sehingga tidak mungkin ada orang yang mendengarnya.
Belum puas dengan payudara dan puting susu Mbak Yani yang sebelah
kiri, yang sudah basah berlumuran air liurku, mulutku kini pindah
merambah bukit membusung sebelah kanan. Apa yang kuperbuat pada belahan
indah sebelah kiri tadi, kuperbuat pula pada yang sebelah kanan ini.
Payudara sebelah kanan milik guru sekolahku yang membulat indah itu tak
luput menerima jelajahan mulutku dengan lidahnya yang bergerak-gerak
dengan Yanirnya. Kukulum ujung payudara Mbak Yani. Lalu kujilati dan
kugelitiki puting susunya yang tinggi. Puting susu itu juga sama
melenting ke kiri dan ke kanan, seperti halnya puting susu payudaranya
yang sebelah kiri tadi. Mbak Yani pun semakin merintih-rintih karena
merasakan geli dan nikmat yang menjadi-jadi berbaur menjadi satu padu.
Seperti tengah minum soft drink dengan memakai sedotan plastik,
kuseruput puting susu guru sekolahku itu.
“Aaahh.. Hmm..” Mbak Yani menjerit panjang.
Lidahku tetap tak henti-hentinya menjilati puting susu Mbak Yani yang
sudah demikian kerasnya. Sementara itu tanganku mulai bergerak ke arah
bawah. Kubuka retsleting celana jeans yang Mbak Yani kenakan. Kemudian
dengan sedikit dibantunya sambil tetap merem-melek, kutanggalkan celana
jeans itu ke bawah hingga ke mata kaki. Tubuh bagian bawah Mbak Yani
sekarang hanya dilindungi oleh selembar celana dalam dengan bahan dan
warna yang seragam dengan behanya. Meskipun begitu, tetap dapat kulihat
warna kehitaman samar-samar di bagian selangkangannya.
Ditunjang oleh nafsu birahi yang semakin menjulang tinggi, tanpa
berpikir panjang lagi, kulepas pula kain satu-satunya yang masih
menutupi tubuh Mbak Yani yang memang sintal itu. Dan akhirnya tubuh
mulus guru sekolahku itu pun terhampar bugil di depanku, siap untuk
kunikmati.
Tak ayal, jari tengahku mulai menjamah bibir vagina Mbak Yani di
selangkangannya yang sudah mulai ditumbuhi bulu-bulu tipis kehitaman
walaupun belum begitu banyak. Kutelusuri sekujur permukaan bibir vagina
itu secara melingkar berulang-ulang dengan lembutnya. Tubuh Mbak Yani
yang masih terduduk di sofa melengkung ke atas dibuatnya, sehingga
payudaranya semakin membusung menjulang tinggi, yang masih tetap dilahap
oleh mulut dan bibirku dengan tanpa henti.
“Ooohh..
Jari tengahku itu berhenti pada gundukan daging kecil berwarna
kemerahan yang terletak di bibir vagina Mbak Yani yang mulai dibasahi
cairan-cairan bening. Mula-mula kuusap-usap daging kecil yang bernama
klitoris ini dengan perlahan-lahan. Lama-kelamaan kunaikkan temponya,
sehingga usapan-usapan tersebut sekarang sudah menjadi gelitikan, bahkan
tak lama kemudian bertambah lagi intensitasnya menjadi sentilan.
Klitoris Mbak Yani yang bertambah merah akibat sentuhan jariku yang
bagaikan sudah profesional, membuat tubuh pemiliknya itu semakin
menggerinjal-gerinjal tak tentu arahnya.
Melihat Mbak Yani yang tampak semakin merangsang, aku menambah
kecepatan gelitikanku pada klitorisnya. Dan akibatnya, klitoris Mbak
Yani mulai membengkak. Sementara vaginanya pun semakin dibanjiri oleh
cairan-cairan kenikmatan yang terus mengalir dari dalam lubang keramat
yang masih sempit itu.
Puas menjelajahi klitoris Mbak Yani, jari tengahku mulai merangsek
masuk perlahan-lahan ke dalam vagina guru sekolahku itu. Setahap demi
setahap kumasukkan jariku ke dalam vaginanya. Mula-mula sebatas ruas
jari yang pertama. Dengan susah payah memang, sebab vagina Mbak Yani
memang masih teramat sempit. Kemudian perlahan-lahan jariku kutusukkan
lebih dalam lagi. Pada saat setengah jariku sudah amblas ke dalam vagina
Mbak Yani, terasa ada hambatan. Seperti adanya selaput yang cukup
lentur.
“Hmm.. Bud..”
Mbak Yani merintih kecil seraya meringis seperti menahan rasa sakit.
Saat itu juga, aku langsung sadar, bahwa yang menghambat penetrasi jari
tengahku ke dalam vagina Mbak Yani adalah selaput daranya yang masih
utuh. Ternyata guru sekolahku satu-satunya itu masih perawan. Baru aku
tahu, ternyata sebandel-bandelnya Mbak Yani, ternyata guru sekolahku itu
masih sanggup memelihara kehormatannya. Aku sedikit salut padanya. Dan
untuk menghargainya, aku memutuskan tidak akan melanjutkan perbuatanku
itu.
“Bud.. Jangan berhenti..” tanya Mbak Yani dengan nafas terengah-engah.
“Mbak, Mbak kan masih perawan. Nanti kalau aku terusin kan Mbak bisa..”
“Mbak, Mbak kan masih perawan. Nanti kalau aku terusin kan Mbak bisa..”
Mbak Yani malah menjulurkan tangannya menggapai selangkanganku.
Begitu tangannya menyentuh ujung penisku yang masih ada di dalam celana
pendek yang kupakai, penisku yang tadinya sudah mengecil, sontak
langsung bergerak mengeras kembali. Ternyata sentuhan lembut tangannya
itu berhasil membuatku terangsang kembali, membuatku tidak dapat
membantah apapun lagi, bahkan aku seperti melupakan apa-apa yang
kukatakan barusan.
Dengan secepat kilat, Mbak Yani memegang kolor celana pendekku itu,
lalu dengan sigap pula celanaku itu dilucutinya sebatas lutut. Yang
tersisa hanya celana dalamku. Mata Mbak Yani tampak berbinar-binar
menyaksikan onggokan yang cukup besar di selangkanganku.
Diremas-remasnya penisku dengan tangannya, membuat penisku itu semakin
bertambah keras dan bertambah panjang. Kutaksir panjangnya sekarang
sudah bertambah dua kali lipat semula. Bukan main! Semua ini akibat
rangsangan yang kuterima dari guru sekolahku itu sedemikian hebatnya.
“Mbak.. Aku buka dulu ya,” tanyaku sambil menanggalkan celana dalamku.
Penisku yang sudah begitu tegangnya seperti meloncat keluar begitu penutupnya terlepas.
“Aw!” Mbak Yani menjerit kaget melihat penisku yang begitu menjulang dan siap tempur.
Namun kemudian ia meraih penisku itu dan perlahan-lahan ia
menggosok-gosok batang ‘meriam’-ku itu, sehingga membuat otot-otot yang
mengitarinya bertambah jelas kelihatan dan batang penisku itu pun
menjadi laksana tonggak yang kokoh dan siap menghujam siapa saja yang
menghalanginya. Kemudian Mbak Yani menarik penisku dan membimbingnya
menuju selangkangannya sendiri. Diarahkannya penisku itu tepat ke arah
lubang vaginanya.
Sekilas, aku seperti sadar. Astaga! Mbak Yani kan guru sekolahku
sendiri! Apa jadinya nanti jika aku sampai menyetubuhinya? Apa kata
orang-orang nanti mengetahui aku berhubungan seks dengan guru sekolahku
sendiri? Akhirnya aku memutuskan tidak akan melakukan penetrasi lebih
jauh ke dalam vagina Mbak Yani. Kutempelkan ujung penisku ke bibir
vagina Mbak Yani, lalu kuputar-putar mengelilingi bibir gua tersebut.
Mbak Yani menggerinjal-gerinjal merasakan sensasi yang demikian hebatnya
serta tidak ada duanya di dunia ini.
“Aaahh.. Uuuhh..” Mbak Yani mendesah-desah dengan Yanirnya sewaktu
aku sengaja menyentuhkan penisku pada klitorisnya yang kemerahan dan
kini kembali membengkak. Sementara bibirku masih belum puas-puasnya
berpetualang di payudara Mbak Yani itu dengan puting susunya yang
menggairahkan. Terlihat payudara guru sekolahku itu dan daerah
sekitarnya basah kuyup terkena jilatan dan lumatanku yang begitu
menggila, sehingga tampak mengkilap.
Aku perlahan-lahan mulai memasukkan batang penisku ke dalam lubang
vagina Mbak Yani. Sengaja aku tidak mau langsung menusukkannya. Sebab
jika sampai kebablasan, bukan tidak mungkin dapat mengoyak selaput
daranya. Aku tidak mau melakukan perbuatan itu, sebab bagaimanapun juga
Mbak Yani adalah guru sekolahku, darah dagingku sendiri!
Mbak Yani mengejan ketika kusodokkan penisku lebih dalam lagi ke
dalam vaginanya. Sewaktu kira-kira penisku amblas hampir setengahnya,
ujung ‘tonggak’-ku itu ternyata telah tertahan oleh selaput dara Mbak
Yani, sehingga membuatku menghentikan hujaman penisku itu. Segera saja
kutarik penisku perlahan-lahan dari liang surgawi milik guru sekolahku
itu. Gesekan-gesekan yang terjadi antara batang penisku dengan dinding
lorong vagina Mbak Yani membuatku meringis-ringis menahan rasa nikmat
yang yang tak terhingga. Baru kali ini aku merasakan sensasi seperti
ini. Lalu, kembali kutusukkan penisku ke dalam vagina Mbak Yani sampai
sebatas selaput daranya lagi dan kutarik lagi sampai hampir keluar
seluruhnya.
Begitu terus kulakukan berulang-ulang memasukkan dan mengeluarkan
setengah batang penisku ke dalam vagina Mbak Yani. Dan temponya pun
semakin lama semakin kupercepat. Gesekan-gesekan batang penisku dengan
Yaning vagina Mbak Yani semakin menggila. Rasanya tidak ada lagi di
dunia ini yang dapat menandingi kenikmatan yang sedang kurasakan dalam
permainan cintaku dengan guru sekolahku sendiri ini. Kenikmatan yang
pertama dengan kenikmatan berikutnya, disambung dengan kenikmatan
selanjutnya lagi, saling susul-menyusul tanpa henti.
Tampaknya setan mulai merajalela di otakku seiring dengan intensitas
gesekan-gesekan yang terjadi di dalam vagina Mbak Yani yang semakin
tinggi. Kenikmatan tiada taranya yang serasa tidak kesudahan, bahkan
semakin menjadi-jadi membuat aku dan Mbak Yani menjadi lupa
segala-galanya. Aku pun melupakan semua komitmenku tadi.
Dalam suatu kali saat penisku tengah menyodok vagina Mbak Yani, aku
tidak menghentikan hujamanku itu sebatas selaput daranya seperti biasa,
namun malah meneruskannya dengan cukup keras dan cepat, sehingga batang
penisku amblas seluruhnya dalam vagina Mbak Yani. Vaginanya yang amat
sempit itu berdenyut-denyut menjepit batang penisku yang tenggelam
sepenuhnya.
Mbak Yani menjerit cukup keras kesakitan. Tetapi aku tidak
menghiraukannya. Sebaliknya aku semakin bernafsu untuk memompa penisku
itu semakin dalam dan semakin cepat lagi penetrasi di dalam vagina Mbak
Yani. Tampaknya rasa sakit yang dialami guru sekolahku itu tidak membuat
aku mengurungkan perbuatan setanku. Bahkan genjotan penisku ke dalam
lubang vaginanya semakin menggila. Kurasakan, semakin cepat aku memompa
penisku, semakin hebat pula gesekan-gesekan yang terjadi antara batang
penisku itu dengan dinding vagina Mbak Yani, dan semakin tiada
tandingannya kenikmatan yang kurasakan.
Hujaman-hujaman penisku ke dalam vagina Mbak Yani terus-menerus
terjadi sambung-menyambung. Bahkan tambah lama bertambah tinggi
temponya. Mbak Yani tidak sanggup berbuat apa-apa lagi kecuali hanya
menjerit-jerit tidak karuan. Rupa-rupanya setan telah menguasai jiwa
kami berdua, sehingga kami terhanyut dalam perbuatan yang tidak
sepantasnya dilakukan oleh dua guru dan murid.
“Aaah.. Budi.. Aaahh..” Mbak Yani menjerit panjang.
Tampaknya ia sudah seakan-akan terbang melayang sampai langit
ketujuh. Matanya terpejam sementara tubuhnya bergetar dan menggelinjang
keras. Peluh mulai membasahi tubuh kami berdua. Kutahu, guru sekolahku
itu sudah hampir mencapai orgasme. Namun aku tidak mempedulikannya. Aku
sendiri belum merasakan apa-apa. Dan lenguhan serta jeritan Mbak Yani
semakin membuat tusukan-tusukan penisku ke dalam vaginanya bertambah
menggila lagi. Mbak Yani pun bertambah keras jeritan-jeritannya.
Pokoknya suasana saat itu sudah gaduh sekali. Segala macam lenguhan,
desahan, ditambah dengan jeritan berpadu menjadi satu.
Akhirnya kurasakan sesuatu hampir meluap keluar dari dalam penisku.
Tetapi ini tidak membuatku menghentikan penetrasiku pada vagina Mbak
Yani. Tempo genjotan-genjotan penisku juga tidak kukurangi. Dan akhirnya
setelah rasanya aku tidak sanggup menahan orgasmeku, kutarik penisku
dari dalam vagina Mbak Yani secepat kilat. Kemudian dengan tempo yang
tinggi, kugosok-gosok batang penisku itu dengan tanganku. Tak lama
kemudian, cairan-cairan kental berwarna putih bagaikan layaknya senapan
mesin bermuncratan dari ujung penisku. Sebagian mengenai muka Mbak Yani.
Ada pula yang mengenai payudara dan bagian tubuhnya yang lain. Bahkan
celaka! Ada pula yang belepotan di jok sofa yang diduduki Mbak Yani.
Tak lama kemudian, kami saling mengejang-ngejang ke puncak kepuasan
bersama hingga kehabisan tenaga. Aku terhempas ke atas sofa di samping
Mbak Yani. Tubuh kami berdua sudah bermandikan keringat dari ujung
rambut ke ujung kaki.
Hmm begitu indahnya guruku..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar